Media Beropini Sesat dan Menyesatkan
WASPADA BERITA DARI KAUM FASIK
Media
beropini sesat dan menyesatkan
Allah SWT telah berfirman, yang artinya: "Hai
orang-orang yang beriman, jika datang kepada kamu orang fasik membawa berita,
periksalah dengan teliti (tabayyun) agar kamu tidak menimpakan suatu musibah
kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal
atas perbuatanmu itu." (Q. S. Al-Hujuraat: 6) Allah SWT telah begitu tegas memberikan panduan kepada kaum
muslimin di dalam menyikapi suatu informasi (berita):
Telitilah berita yang dibawa atau disiarkan oleh
orang-orang fasik. Artinya, jangan mudah percaya begitu saja kepada suatu
berita, kabar, opini, atau informasi yang disebarkan oleh orang-orang fasik. Siapakah orang-orang
yang disebut fasik itu? Kata fasik berasal
dari kata dasar al-fisq, yang berarti "keluar" (khuruj). Orang bilang
bahwa media modern sekuler memiliki motto “bad news is good news”. Artinya
setiap kejadian buruk malah menjadi sumber penghasilan. Oleh karenanya media bermotto seperti itu sangat rajin
mengumpulkan dan menyebarluaskan berbagai kejadian yang mengandung kemaksiatan,
perbuatan keji, permusuhan, intrik, konflik dan kriminalitas. Semakin heboh suatu kejadian semakin bersemangat para
kuli tinta sekuler memburunya. Itulah realitas berbagai media yang sejatinya
berkarakter “modern sekuler”. Dia tidak peduli jika berita yang disebarluaskan
melanggar akhlak ajaran Islam. Ia hanya
mengutamakan bagaimana caranya agar tiras atau ratingnya tinggi di mata para
pembaca, pendengar atau pemirsanya. Semakin tinggi tiras, maka semakin besar
income yang dihasilkan. Inilah realita dunia media-massa pada umumnya di zaman
penuh fitnah dewasa ini. Sampai di sini
sesungguhnya masalah yang timbul sudah cukup parah. Sebab keadaan ini
menjadikan masyarakat setiap hari harus mendengar, menyaksikan dan
mengunyah-ngunyah berbagai berita buruk yang sudah barang tentu mempengaruhi
otak dan hatinya. Dan akibat selanjutnya masyarakat cenderung mengalami
de-sensitisasi (penurunan kehalusan perasaan/penginderaan) terhadap berbagai
perilaku kemaksiatan, perbuatan keji, permusuhan, intrik, konflik dan
kriminalitas yang diberitakan media-massa.
Artinya masyarakat kian hari menjadi kian terbiasa
dengan berbagai keburukan tersebut sehingga menjadi toleran terhadap semua hal
keji itu. Akibat puncaknya hilanglah ghirah (kecemburuan) di dalam diri dan
akhirnya spirit amar ma’ruf nahi munkar (menegakkan kebaikan dan mencegah
kemungkaran) menjadi pupus kalau tidak bisa dibilang mati sama sekali.
Sulit menemukan media dewasa ini yang berfungsi
sebagai pelita di tengah kegelapan zaman penuh fitnah. Media yang menyebabkan
manusia menjadi ingat dan tunduk-merendah kepada sang Pencipta Alam Raya, Allah
SWT . Yang menyebarluaskan optimisme akan masa depan cerah kebangkitan kembali
dienullah Al-Islam. Yang meyakinkan masyarakat bahwa hanya dengan kembali
kepada Al-Islam sajalah dunia akan menemukan keadilan, kedamaian dan
kesejahteraan hakiki. Yang tidak ikut terkotak ke dalam fanatisme kelompok,
golongan maupun partai alias media partisan.
Yang senantiasa mengingatkan masyarakat bahwa
kehidupan dunia bersifat fana dan bakal sirna, sedangkan kehidupan akhirat
merupakan kehidupan sejati dan abadi. Yang meyakinkan ummat bahwa sepahit
apapun penderitaan dunia, sesungguhnya ia tidak setara dan tidak patut
disejajarkan dengan kesengsaraan hakiki Murka dan Neraka Allah di akhirat kelak
nanti. Yang terus-menerus menyadarkan masyarakat bahwa senikmat apapun
kesenangan dunia, namun ia tidak pantas diburu dan dikejar sebagaimana
seharusnya berkompetisi memburu kebahagiaan hakiki dan lestari Ridho dan Jannah
Allah di akhirat kelak. Yang menyemangati setiap orang beriman agar selalu
memperjuangkan ihdal-husnayain (satu dari dua kebaikan), yakni isy kariiman
(hidup mulia di bawah naungan Syariat Allah) atau mut syahiidan (mati syahid).
(AS)
Maulid Nabi Muhammad Sebagai Cahaya Keimanan Umat
Maulid Nabi Muhammad Sebagai
Cahaya Keimanan Umat
Sebuah Kaladioskop dari Peringatan
Maulid di Cilandak Timur
Oleh
: Drs. H. Hamzah Ahmad, MM
(Di Ambil dari Artikel Buletin Mimbar Shubuh Sebelas Menara Edisi Maulid)
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak
menyebut Allah.” (QS.
Al-Ahzab:
21).
Gema Maulid
Nabi Muhammad SAW tahun ini 1434 H, sudah kita rasakan getarannya. Alunanan
Sholawat dari riwayat Perjalanan
Nabi termulia di mulia di Kompleks
Pendidikan Islam Darul Maa’rif
Cipete Jakarta Selatan. Berlanjut
di Masjid Al-Falah Cilandak,
bergema kembali di
Masjid Almaarif Pimpinan H
Achfas H Subuh. Di sambut oleh Mushalla
Baitun Naim Pimpinan Buya H Natsir Rohidi dan begitu meriah di masjid Arrohmah yang
di ketua oleh Bapak Syafii H Abdullah.
Artikel ini hanya
mengungkapkan beberapa hikmah yang
bersifat historical, dan motivasi imaniyah bagi kita. Memperingati Hari
Kelahiran Nabi merupakan aktifitas luhur mengingat kembali diutusnya Muhammad
SAW sebagai Rasul. Jika dengan mengingat saja kita bisa mendapatkan
semangat-semangat khusus dalam beragama, tentu ini akan mendapatkan pahala.
Apalagi jika peringatan itu betul-betul dengan niat “sebagai bentuk rasa cinta
kita kepada Nabi Muhammad SAW”.
Dalam catatan historis, Maulid Nabi Muhammad SAW dimulai sejak zaman kekhalifahan
Fathimiyah di bawah pimpinan keturunan dari Fatimah Az-Zahrah, putri Nabi Muhammad
SAW. Perayaan ini dilaksanakan atas usulan panglima perang, Shalahuddin Al-Ayyubi
(1137M-1193 M), kepada khalifah agar mengadakan peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad
SAW. Hal itu membawa hikmah yang sangat
luar biasa, kemampuan Umat Islam
mengalami perkembangan yang
sangat significant, hingga akhirnya
mampu menguasai kembali
kota Umat Islam Al Aqso
dari kaum Salibis.
Agenda mandasar dan umum
tidak lain adalah mencari dan meneladani
terus dari Keteladanan Nabi
Muhammad SAW, hendaknya menjadi panutan dan pedoman hidup setiap muslim. Dibalik semua perayaan yang
berlangsung tersebut ada hal yang paling penting kita maknai, agar perayaan itu
bukan sekedar seremonial belaka. Peringatan maulid itu dalam rangka mengingat
kembali sejarah kehidupan Rasulullah SAW., mengingat kepribadian beliau yang
agung, mengingat misinya yang universal
dan abadi, misi yang Allah SWT tegaskan sebagai rahmatan lil’alamin. Syaikh
Dr. Yusuf Al Qaradhawi, Ketua Persatuan Ulama Internasional, mengungkapkan
dalam situs beliau: “Ketika kita berbicara tentang peristiwa maulid ini,
kita sedang mengingatkan umat akan nikmat pemberian yang sangat besar, nikmat
keberlangsungan risalah, nikmat kelanjutan kenabian. Dan berbicara atau
membicarakan nikmat sangatlah dianjurkan oleh syariat dan sangat dibutuhkan.” Kenyataan saat ini telah membuktikan,
bahwa disebabkan belum bersungguh-sungguhnya kita dalam meneladani Rasulullah
SAW dalam mengarungi perjuangan hidup, maka kehidupan kaum muslimin saat ini
cenderung terperosok menjadi Umat terbelakang, dibandingkan dengan Umat-Umat
lain di hampir semua bidang kehidupan.
Dan
tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta
alam. (QS. Al-Anbiya’ 107) Rohmat dalam beberapa pengertian yaitu kasih
sayang. Dalam konteks ini tidak
lain adalah dengan di turunkannya Rasulullah SAW kealam dunia
ini adalah rahmat yang
sangat besar nilainya baik
secara korelasi duniawiyah maupun Ukhrawiyah.
Habib Ali
Bin Abdurrahman Assegaff, merupakan
sosok habib yang
menjadi panutan bagi Umat
Islam di Jakarta saat ini. Hal
itu bukan hal
yang tidak mendasar, karakter
dan kewaro’anya sangat
mendasar di lingkungan Jakarta.Pada Peringatan Maulid di
Masjid Al Maarif, 2 Januari
2013, yang lalu. Diantara hikmah
mendasar tausiayah Habib Ali adalah : Hadits
Mu’awiyah bin Abi Sufyan radhiallahu ‘anhu tentang perpecahan Umat, Nabi
Muhammad SAW bersabda : “Sesunggunya agama (Umat) ini akan
terpecah menjadi 73 (kelompok), 72 di (ancam masuk ke) dalam Neraka dan satu
yang didalam Surga, dia adalah Al-Jama’ah”. (HR.
Ahmad dan Abu Daud dan juga diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Anas bin Malik
radhiallahu ‘anhu dan juga mirip dengannya dari hadits Auf bin Malik Radhiallahu
‘anhu). Beliau,
mengungkapkan tentang perlunya kita
menjaga kondisi umat dari
terpecahnya Umat manusia pada
beberapa kolompok. Yahudi
terpecah, Nasrani terpecah, Islam
juga demikian, dari pecahnya
islam menjadi 73 golongan
hanya satu yang di terima oleh Allah. Benang merah dari
uraian hikmah dari habib Ali juga
tentang perlunya kita
berterima kasih pada 4
orang sahabat Rasulullah
SAW. Yaitu ; Syaidina Abi Bakar r.a, Ummar Ibnu Khottab, dan Sayyidina
Utsman Ibnu Affan dan Syaidina Ali Ibnu
Abi Tholib. r.a. Hal ini karena
tidak lain karena kinerja mereka dalam perjalanan Islam sungguh snagat
luar biasa. Penulis mengungkapkan,
urat nadi perjuangan
Islam setelah Rasulullah sangta
berpengaruh pada
khilafaurrasidin yang oleh ahlusunnah
waljamaah sangat menghormati
mereka. Munculnya aliran alairan yang harus di waspadai saat ini, pada dasarnya juga
terdapat pengaruh juga pada
bagaimana mendalamai latar
belakang dan sejarah sahabat -sahabat
rasul ini.
KH. DR. Manarul
Hidayah M.Pd,
juga memberikan penekanan
yang mendasar bagi Umat islam saat ini,
agar berhati-hati terhadap
bermunculan pemikiran-pemikiran dalam
Islam, sampai-sampai beliau
mengungkapkan, seorang habiebpun jika dia
tidak mau menyebutkan keempat Sahabat
Rasulullah, ( Abu Bakar, Ummar Bin Khatab, Usman Bin Affan dan Ali bin
abi Tholib,), jangan di jadikan referensi atau
tidak usaha di ikut sertakan oleh Umat dalam berbagai
kegiatan Keislaman “ demikian
menurut beliau.
KH. Abdurrahman Nawi,
ulama betawi yang juga kharismatik
ini, lebih menekankan pada
kondisi dari peringatan Maulid itu
sendiri. Bid’ah yang
di sandarkan kepada
pelaksanaan maulid itu sendiri
seharusnya di teliti juga
jenis bid’ah itu. Karena bid’ah itu
bisa mubah,sunnah dan makruh bahkan memang bisa haram. Demikian di sampaikan di Musholah baitun Naim Pedurenan. Alhamdulillah jika kita dapat menyelenggarakan peringatan
Maulid Nabi Muhammad SAW dengan meriah. Namun hendaknya jangan terlalu bangga dulu.
Sebab terselenggaranya acara itu baru ibarat awan. Meriahnya suasana baru
laksana hujan. Bagaimana dengan buahnya ?. Sudah wujudkah ?.Buahnya adalah
“Mutiara hikmah dan perubahan”. Perubahan menjadi lebih baik. Lebih utuh dan
lebih bersungguh-sungguh dalam meneladani Rasulullah SAW dalam seluruh sisi
kehidupan kita. Kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, negara dan
dunia.
Rasulullah
SAW adalah rahmat bagi semesta alam, kebaikan dan keberkahannya tidak hanya
didapatkan oleh orang-orang yang semasanya dan tidak pula berakhir dengan
wafatnya.
Kepada Nabi Muhammad SAW, Allah SWT berfirman: "Dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doamu itu (menumbuhkan)
kententraman jiwa bagi mereka. Allah Maha mendengar, maha mengetahui."
(Qs. At-Taubah: 103).
Terdapat satu do’a yang perlu kita
jadikan referensi dalam kehidupan kita yaitu “ Allahumma inni atawajjahu ilaika binabiyyika
nabiyyirrahmati Muhammadin shallallahu `alaihi wa alihi”. yang
artinya : “Ya Allah, sesungguhnya aku
memohon kepada-Mu dan menghadap kepada-Mu dengan (perantaraan) Nabi-Mu, nabi
pembawa rahmat, Nabi Muhammad, shalawat atasnya dan atas keluarganya”.
Sosok KH.
Drs. Sofwan Nizomi memang masih agak
asing dengan telinga masyarakat Cilandak Timur. Akan tetapi untuk lingkungan Pondok
Pinang, Pondok Indah dan sekitar kebayoran lama, nama ini sangat di
segani. Menjadi murid utama (alm) KH Syafii
Hazfdami bertahun tahun rupanya
benar benar membawa keberkahan
yang luar biasa baginya. Dan integritas
keilmuannya juga demikian.
Pada 2 kesempatan, di Mushalla Baitun naim dan
Masjid arrohmah beliau
mengungkap 2 tema yang berbeda.
Saat di Mushalla
Baitun Naim, Beliau lebih menekankan pada “perlunya
Umat islam menghormati orang - orang sholaeh dan dapat
di jadikan wasilah“.
Ilustsrai beliau. Lain halnya
di Masjid Arrohmah,
Beliau dengan bahasa
arab yang sangat faseh, mengungkapkan tentang : Sangat Perlunya
mengantisisfasi munculnya radio radio
dakwah yang membawa pemikiran islam, menurutnya,
mereka yang berdakwah melalui
media radio misalnya,
dalam berdakwah belum masuk pada
substansi tiga hal
utama dalam Islam, yaitu : Islam,
Iman, dan Ihsan. Yang mereka lakukan hanya
bersifat Iman, dan islam
tetapi hal ihsan sangat di tinggalkan. Jadi akhlaknya sangat buruk.
Dalam tatanan sejarah sosio
antropologis Islam, Muhammad SAW dapat dilihat dan dipahami dalam dua dimensi
sosial yang berbeda dan saling melengkapi. Lain halnya
KH.
Drs. Mursyidi, di Masjid
Arrohmah, beliau memunculkan satu
kondisi manusia yang
di ilustrasikan bagaikan hewan kambing. Kambing yang susah di atur, sulit di urus, jika
anaknya mabuk maka
si kambing diam saja dan tidak berbuat apapun terhadap anaknya,
Begitulah sifat manusia, jika si bapak
tidak menghiraukan anaknya mabuk mabukan, sama saja dengan hewan kambing.
Pada kesempatan itu pula, KH
Mursyidi mengungkapkan perlunya teregulasi
baru tentang harus di bangkitkannya generasi Muda Islam di berbagai momentum kegiatan Islam.
Tujuannya agar
terdapat regenerasi yang baik bagi Islam di masyarakat. Akan tetapi SDM
generasi Islam juga harus siap
dan mampu bersaing. Umat Jakarta
menurut beliau saat kejadian
banjir yang lalu, diumpamakan bagaikan azab Allah yang sedang
membersihkan kota Jakarta
dari lumuran dosa
yang terjadi pada malam tahun baru 2013 lalu. Hikmah utamanya
dari KH Mursyidi yaitu
perlunya kita kembali pada
nasehat Rasulullah yaitu dengan melestarikan
ajaran dan misi perjuangan Rasulullah, dan juga para Nabi. Sesaat sebelum
menghembuskan nafas terakhir, Rasul meninggalkan pesan pada umat yang amat
dicintainya ini. Beliau bersabda : “Aku tinggalkan pada kalian dua hal, kalian
tidak akan tersesat dengannya, yakni Kitabullah dan sunnah Nabi-Nya sallallahu
alaihi wa sallam” (HR. Malik).
Khatimah dari
Kaladioskop Malulid Nabi Muhammad
SAW yang pertama ini yaitu ;
Pertama, Umat harus
mulai melakukan selektif dengan
berbagai perkembangan pola pemikiran
yang ada. Karena biar bagaimanapun
mereka yang tidak suka terhadfap Islam
itu sendiri masih berusaha meredupkan cahaya Islam
di muka bumi ini.
Kedua,
Besarnya anggaran finansial yang di butuhkan oleh penyelenggaraan Maulid
itu harus di barengi dengan pertumbuhan kualitas
beragama Umat.
Ketiga, dalam
perspektif teologis-religius, Muhammad SAW dilihat dan dipahami sebagai sosok Nabi
sekaligus Rasul terakhir dalam tatanan konsep keislaman. Hal ini memposisikan
Muhammad SAW sebagai sosok manusia sakral yang merupakan wakil Tuhan di dunia
yang bertugas membawa, menyampaikan, serta mengaplikasikan segala bentuk pesan
“suci” Tuhan kepada umat manusia secara universal. (HA)
MIMBAR SUBUH EDISI MAULID 1434 H
Langganan:
Postingan (Atom)